Komunitas Anak Melayu Serdang & HIPAKAD'63 Sumut,
PTPN I/II, PT. NDP & Konglomerat Properti Diduga Langgar Hukum Agraria — Komunitas Adat Serukan Perlawanan Sipil Damai
Komunitas Anak Melayu Serdang dan delapan suku serumpun binaan Ikatan Keluarga Anak Melayu Sejiwa Sekata (IKAMS) bersama Himpunan Putra-Putri Keluarga Angkatan Darat '63 (HIPAKAD'63) Sumatera Utara, menyuarakan perlawanan moral terhadap dugaan pelanggaran hukum dan ketidakadilan agraria yang terjadi di Kabupaten Deli Serdang.
Ketua DPW HIPAKAD'63 Sumut, Eddy Susanto A. MD, dalam pernyataannya menyebut bahwa rakyat kecil di kawasan tersebut kini menghadapi intimidasi, penggusuran paksa, dan perampasan lahan secara sistematis. Aksi ini diduga melibatkan kolaborasi antara BUMN Perkebunan PTPN I/II, korporasi properti PT. NDP dan PT. Citra Land, serta aktor-aktor birokrasi, aparat keamanan, dan praktik premanisme.
“Ini bukan sekadar konflik tanah. Ini adalah konflik keberadaban. Rakyat kecil diusir dari tanah kelahirannya, tempat menggantungkan hidup, tanpa proses hukum yang adil. Negara tidak boleh berpihak pada modal dan kekuasaan semata,” tegas Eddy.
Diduga Langgar Undang-Undang & Konstitusi
Pihak komunitas menilai penggusuran ini telah mencederai sejumlah aturan penting negara, di antaranya:
UU No. 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria (UUPA),
Keppres No. 36 Tahun 2003 jo. No. 65 Tahun 2006 mengenai pengadaan tanah untuk kepentingan umum,
Pasal 3 UUPA tentang pengakuan tanah ulayat masyarakat hukum adat,
serta Putusan Mahkamah Konstitusi No. 35/PUU-X/2012 yang menegaskan hak komunitas adat atas wilayah mereka.
Lebih jauh, praktik penggusuran tanpa proses dialog, relokasi, atau ganti rugi manusiawi dianggap sebagai bentuk pelanggaran terhadap hak asasi manusia, sekaligus ancaman terhadap ketahanan nasional dalam kerangka Trigatra dan Pancagatra.
Empat Tuntutan Mendesak
Kapolda Sumut, Kejaksaan Tinggi, BPK, dan KPK diminta turun tangan untuk mengusut dugaan penyalahgunaan kewenangan, kolusi, dan pelanggaran hukum agraria.
Kantor Wilayah BPN Sumatera Utara diminta segera memblokir dan membatalkan pengajuan hak atas tanah oleh pihak-pihak yang tidak memiliki legitimasi hukum, terutama PT. NDP dan PT. Citra Land.
Presiden RI Bapak Prabowo Subianto, Menteri ATR/BPN, dan penegak hukum nasional diminta bersikap tegas melindungi rakyat dari penindasan korporasi.
Mengajak seluruh elemen bangsa, termasuk organisasi masyarakat sipil, tokoh adat, akademisi, dan pers nasional untuk bersama mengawasi dan memperjuangkan keadilan agraria di daerah-daerah rawan konflik lahan.
Peringatan Terbuka untuk Negara
Komunitas menegaskan bahwa apabila penindasan ini terus berlanjut dan negara abai, maka ketidakpuasan sosial bisa berkembang menjadi gelombang perlawanan sipil yang luas. Gejolak tersebut dapat membahayakan stabilitas nasional dan merusak wibawa negara sebagai pelindung rakyatnya.
“Kami bukan anti pembangunan. Tapi pembangunan yang mengorbankan hak hidup dan tanah rakyat kecil adalah pembangunan yang cacat moral dan cacat konstitusi,” ujar salah satu tokoh adat Melayu Serdang.
Komunitas Anak Melayu Serdang, delapan suku serumpun, IKAMS, dan HIPAKAD'63 Sumut menegaskan akan terus melakukan konsolidasi damai, menyuarakan aspirasi rakyat, dan menempuh jalur hukum serta advokasi konstitusional sebagai bentuk perlawanan terhadap ketidakadilan.(TIM)